Maulid : Pemimpin Yang Rendah Hati

Maret 20, 2010

Suatu ketika seorang laki-laki menghadap Nabi Muhammad SAW dan gemetaran –oleh wibawa beliau– saat berbicara. Nabi SAW pun berkata menenangkan: “Tenang saja! Aku bukan raja. Aku hanyalah anaknya perempuan Qureisy yang biasa makan ikan asin.” (Dalam hadisnya, menggunakan kata qadiid yang maknanya dendeng, makanan sederhana di Arab. Saya terjemahkan dengan ikan asin yang merupakan makanan sederhana di Indonesia). ***

Ketika Rasulullah SAW datang di Mekkah, setelah sekian lama hijrah, sahabat Abu Bakar Siddiq r.a. sowan bersama ayahandanya, Utsman yang lebih terkenal dengan julukan Abu Quhaafah. Melihat sahabat karib sekaligus mertuanya bersama ayahandanya itu, Rasulullah SAW pun bersabda “Wahai Abu Bakar, mengapa Sampeyan merepotkan orang tua? Mengapa tidak menunggu aku yang sowan beliau di kediamannya?” ***

Sahabat Abdurrahman Ibn Shakhr yang lebih dikenal dengan Abu Hurairah r.a. bercerita: “Suatu ketika aku masuk pasar bersama Rasulullah SAW. Rasulullah berhenti, membeli celana dalam dan berkata : ‘Pilihkan yang baik lho!’ (Terjemahan dari aslinya: Rasulullah bersabda kepada si tukang timbang, ‘Timbang dan murahin – bahasa Jawa : sing anget—‘. Boleh jadi waktu itu, beli celana pun ditimbang). Mendengar suara Rasulullah SAW, si pedagang celana pun melompat mencium tangan beliau. Rasulullah menarik tangan beliau sambil bersabda : ‘Itu tindakan orang-orang asing terhadap raja mereka. Aku bukan raja. Aku hanyalah laki-laki biasa seperti kamu.’ Kemudian beliau ambil celana yang sudah beliau beli. Aku berniat akan membawakannya, tapi beliau buru-buru bersabda : ‘Pemilik barang lebih berhak membawa barangnya.’” ***

Itu beberapa cuplikan yang saya terjemahkan secara bebas dari kitab Nihayaayat al-Arab-nya Syeikh Syihabuddin Ahmad Ibn Abdul Wahhab An-Nuweiry (677-733 H) jilid ke 18 hal 262-263. Saya nukilkan cuplikan-cuplikan kecil itu untuk berbagi kesan dengan Anda. Soalnya saya sendiri, saat membacanya, mendapat gambaran betapa biasa dan rendah hatinya pemimpin agung kita Nabi Muhammad SAW.

Dalam kitab itu juga disebutkan bahwa Rasulullah SAW sering naik atau membonceng kendaraan paling sederhana saat itu ; yaitu keledai. Rasulullah SAW suka menyambangi dan duduk bercengkerama dengan orang-orang fakir-miskin. Menurut istri terkasih beliau, sayyidatina ‘Aisyah r.a dan cucu kesayangan beliau Hasan Ibn Ali r.a, Rasulullah SAW mengerjakan pekerjaan rumah ; membersihkan dan menambal sendiri pakaiannya ; memerah susu kambingnya ; menjahit terompahnya yang putus ; menyapu dan membuang sampah ; memberi makan ternak ; ikut membantu sang istri mengaduk adonan roti ; dan makan bersama-sama pelayan.

Sikap dan gaya hidup sederhana sebagaimana hamba biasa itu agaknya memang merupakan pilihan Rasulullah SAW sejak awal. Karena itu dan tentu saja juga karena kekuatan pribadi beliau, bahkan kebesaran beliau sebagai pemimpin agama maupun pemimpin Negara pun tidak mampu mengubah sikap dan gaya hidup sederhana beliau.

Bandingkan misalnya, dengan kawan kita yang baru menjadi kepala desa saja sudah merasa lain ; atau ikhwan kita yang baru menjadi pimpinan majlis taklim saja sudah merasa beda dengan orang lain. Memang tidak mudah untuk bersikap biasa ; terutama bagi mereka yang terlalu ingin menjadi luar biasa atau mereka yang tidak tahan dengan ‘keluarbiasaan’. Apalagi sering kali masyarakat juga ikut ‘membantu’ mempersulit orang istimewa untuk bersikap biasa. Orang yang semula biasa dan sederhana; ketika nasib baik mengistimewakannya menjadi pemimpin, misalnya, atau tokoh berilmu atau berada atau berpangkat atau terkenal, biasanya masyarakat di sekelilingnya pun mengelu-elukannya sedemikian rupa, sehingga yang bersangkutan terlena dan menjadi tidak istimewa.

Keistimewaan orang istimewa terutama terletak pada kekuatannya untuk tidak terlena dan terpengaruh oleh keistimewaannya itu. Keistimewaan khalifah Allah terutama terletak pada kekuatannya untuk tidak terlena dan terpengaruh oleh kekhalifahannya, mampu menjaga tetap menjadi hamba Allah.

Keistimewaan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin antara lain karena beliau tidak terlena dan terpengaruh oleh keistimewaannya sendiri. Kita pun kemudian menyebutnya sebagai pemimpin yang rendah hati. Nabi Muhammad SAW adalah contoh paling baik dari seorang hamba Allah yang menjadi khalifahNya. Beliau sangat istimewa justru karena sikap kehambaannya sedikit pun tidak menjadi luntur oleh keistimewaannya sebagai khalifah Allah.

Selawat dan salam bagimu, ya Rasulallah, kami rindu! *** (tp)


Selamat menunaikan ibadah haji

Desember 18, 2009

Alhamdulillah 3 orang warga RW21 tahun ini 1430 H telah berangkat ketanah suci semoga Allah melapangkan kepergiannya dan menjadi haji mabrur dan mabruroh.
Bagi mereka yang ingin menyusul Niat,Doa dan buka.www.hajimudah.com/?id=jaetun


Hikmah : Kado Dari Imam Ali, KW.

Oktober 18, 2009

Ulama-memberi-cahayaMari kita buka bingkisan kado yang datang dari sahabat Nabi saw, Imam Ali bin Abi Thalib ra.

Sebelum kita buka bingkisanya, saya teringat dengan sebuah hadist Rasulallah saw yang berbunyi ; “Barangsiapa melepaskan seorang mu’min dari kesusahan hidup di dunia, niscaya Allah akan melepaskan kesulitan dari dirinya di hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seorang mu’min yang sulit, niscaya Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan akhirat. Barang siapa menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya”.

Sekarang kita buka bersama sama bingkisan kado Imam Ali bin Abi Thalib ra yang penuh dengan mutiara hikmah yang bisa dijadikan sebagai teladan bagi kehidupan kita sehari hari. Silahkan menyimak:

Di pagi yang cerah, seroang pengemis datang ke rumah Imam Ali bin Abi Thalib. Badannya kurus kering, pakaiannya cumpang camping, dan rambutnya tidak terurus. Ia datang kepada beliau meminta makanan. Imam Ali pada saat itu sedang berdiri di muka pintu. Lalu beliau menyuruh anaknya Hasan, “Ya Hasan, masuklah ke dalam, minta dari ibumu, Fatimah, uang satu dinar yang masih tersisa 6 dinar dari uangku” kata beliau. Sayyidina Hasan langsung masuk kedalam meminta uang dari ibunya sesuai dengan perintah ayahnya.

Tak lama kemudian ia keluar tanpa membawa apa apa. Ia menjelaskan bahwa ibunya tidak memberikanya karena uang yang 6 dinar, katanya, akan digunakan untuk membeli tepung gandum. Dengan sedikit jengkel beliau berkata kepadanya “Tidak akan benar iman seseorang sehingga ia berkeyakinan bahwa apa yang berada di tangan Allah lebih baik dan lebih afdhol dari pada apa yang berada di tangannya”. Kemudian ia menyuruh lagi anaknya Hasan untuk mengambil uang satu dinar dari ibunya, Fatimah. Adapun kali ini Hasan keluar dengan membawa uang satu dinar. Imam Ali mengambil uang itu lalu diserahkan kepada pengemis tadi.

Belum sempat Imam Ali ra masuk ke dalam rumahnya, tiba tiba seseorang datang dengan menuntun seekor unta. Ia menawarkan beliau untanya seharga 140 dirham. Tanpa tawar menawar, Imam Ali ra setuju membelinya. Beliau menjajikannya akan membayar harga untanya di sore hari. Orang itu pun setuju. Lalu imam Ali mengikat unta tadi di depan rumahnya.

Di siang harinya ada seseorang melewati rumah beliau. ia melihat seekor unta diikat di depan rumah. Ia bertanya kepada beliau “Apakah unta ini mau dijual?”. Beliau menjawab “Ya, betul unta itu akan kujual dengan harga 200 dirham. Apakah kau berminat membelinya?”. Orang itu melihat lagi unta tersebut untuk kesekian kalinya. Akhirnya, Ia tertarik untuk membelinya. “Ya, aku berminat membeli unta ini dengan harga 200 dirham”, ujarnya. Orang itu langsung merogoh kantongnya dan membayar kontan harga unta sebesar 200 dirham kepada Imam Ali ra.

Di sore harinya orang yang menjual untanya kepada Imam Ali datang untuk menagih uang penjualanya. Beliau langsung memberikan kepadanya 140 dirham sesuai dengan perjanjian. Untung Imam Ali dari penjualan unta 60 dirham diberikan kepada istrinya, Fatimah ra. Dengan keheranan siti Fatimah menerima uang itu seraya berkata “Dari mana kau dapatkan uang sebanyak ini?”. Imam Ali pun tersenyum, lalu berkata “Ini adalah apa yang telah dijanjikan Allah melalui lisan nabi kita Muhammad saw (Barangsiapa membawa amal baik maka baginya pahala sepuluh kali lipat).” Al an’am 160. 

Kisah di atas patut dijadikan bahan renungan. Agar kita memiliki sikap hidup yang selalu memberi perhatian kepada yang miskin, yang lemah dan yang di bawah. Biarpun kita kaya dan memiliki harta berlimpah-limpah, semua itu tak berarti sedikit pun jika tidak memiliki sifat perhatian untuk mengangkat yang di bawah dan menolong yang miskin. Nah, kalau begitu, jadilah kita seseorang yang memiliki jiwa seperti Imam Ali ra dan seperti yang diajarkan Nabi agar tetap memiliki rasa kesederhanaan dan tidak menimbulkan iri dan dengki terhadap kelompok miskin.

Alkisah, ada seorang kaya dari bani Israil yang sedang duduk makan siang bersama-sama istrinya. Di atas meja tersedia segala macam hidangan diantaranya ada ayam panggang. Tiba tiba seorang pengemis datang mengetuk pintu. Istrinya pun berkata kepada suaminya ”Pak! Ada pengemis di depan rumah, kasiahan pak. Apakah kita bersedekah kepadanya dengan sepotong ayam panggang? Sang suami tiba-tiba membentaknya “Jangan! usirlah pengemis itu dari depan rumah.

Dunia pun berputar, hari berganti hari, bulan berubah menajdi tahun. Si kaya yang digenangi dengan segala macam kenikmatan berobah menjadi miskin. Istri kesayanganya ditalaknya. Setelah ditalak sang istri kawin lagi dengan seorang laki laki kaya. Kemudian terulang lagi peristiwa sang istri makan siang bersama-sama suaminya yang baru. Tentu di atas meja terhidang segala macam makanan, dan tidak ketinggalan pula terdapat seporsi ayam panggang.

Tiba tiba seorang pengemis datang mengetuk pintu meminta makanan. Sang suami berkata kepada istrinya dengan penuh rahmah: “Ambilah sepiring nasi dan sepotong ayam panggang sebagai lauknya, berikanlah kepada pengemis itu”. Setelah nasi dan ayam panggang diberikan kepada si pengemis, sang istri pun menangis. Suaminya sangat heran dan bertanya: “kenapa dik kamu menangis? Apakah kamu marah karena aku memberi pengemis itu nasi dan ayam panggang?”. Istrinya menjawab: “ tidak pak, tidak sama sekali,  akan tetapi aku menangis karena ada sesuatu yang sangat ganjil dan ajaib”. Sang suami jadi penasaran ingin tahu apa yang ganjil dan ajaib itu. Ia pun bertanya: “Bu, apa gerangan yang ganjil dan ajaib itu? ”. Istrinya menjawab: “Apakah kamu tahu siapa pengemis yang datang di depan pintu tadi? Sesungguhnya ia adalah suamiku yang pertama”. Mendengar ulasan sang istri, sang Suami segra berkata kepada istrinya “Apakan kamu tahu siapa aku sebenarnya? Sesungguhnya aku adalah pengemis pertama yang datang dulu ke rumahmu”.

Subhanallah, Itulah dunia. Kalau kita tidur, Allah tidak tidur. Kalau kita lupa Allah tidak akan lupa Dunia itu berputar, sesaat ia berada diatas dan sesaat lagi berada di bawah. Kalau kita sedang  berada di atas jangalah angkuh, bangga dan lupa kepada yang di bawah, sebaliknya kalau kita berada di bawah jangalah gelisah atau putus asa. Sesungghunya di langit itu ada kerajaan yang Maha Besar, tertulis di depan pintu gerbangya:  “Dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan Kami” almu’minun 17.

Maka, Cintailah yang di bumi agar yang di langit mencitaimu. Wallahua’lam


Tarikh : Keajaiban2 Nabi Muhammad SAW Semasa Kecil

Oktober 13, 2009

SAWSebuah tangis bayi yang baru lahir terdengar dari sebuah rumah di kampung Bani Hasyim di Makkah pada 12 Rabi’ul Awwal 571 M. Bayi itu lahir dari rahim Aminah dan langsung dibopong seorang “bidan” yang bernama Syifa’, ibunda sahabat Abdurrahman bin Auf. “Bayimu laki-laki!”. Aminah tersenyum lega. Tetapi seketika ia teringat kepada mendiang suaminya, Abdullah bin Abdul Muthalib, yang telah meninggal enam bulan sebelumnya. Ya, bayi yang kemudian oleh kakeknya diberi nama Muhammad (Yang Terpuji) itu lahir dalam keadaan yatim. Ayahnya meninggal di Yatsrib ketika beliau berusia tiga bulan dalam kandungan ibundanya.

Kelahiran yang yatim ini dituturkan dalam Al-Quran, “Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu?” — QS Adh-Dhuha (93): 6.

Aminah, janda beranak satu itu, hidup miskin. Suaminya hanya meninggalkan sebuah rumah dan seorang budak, Barakah Al-Habsyiyah (Ummu Aiman). Sementara sudah menjadi kebiasaan bangsawan Arab waktu itu, bayi yang dilahirkan disusukan kepada wanita lain. Khususnya kepada wanita dusun, supaya hidup di alam yang segar dan mempelajari bahasa Arab yang baku.

Ada hadits yang mengatakan, kebakuan bahasa warga Arab yang dusun lebih terjaga. Menunggu jasa wanita yang menyusui, Aminah menyusui sendiri Muhammad kecil selama tiga hari. Lalu dilanjutkan oleh Tsuwaibah, budak Abu Lahab, paman Nabi Muhammad, yang langsung dimerdekakan karena menyampaikan kabar gembira atas kelahiran Nabi, sebagai ungkapan rasa senang Abu Lahab.

Air Susu yang Melimpah

Beberapa hari kemudian, datanglah kafilah dari dusun Bani Sa’ad, dusun yang jauh dari kota Makkah. Mereka menaiki unta dan keledai. Di antara mereka ada sepasang suami-istri, Harits bin Abdul Uzza dan Halimah As-Sa’diyah. Harits menaiki unta betina tua renta dan Halimah menaiki keledai yang kurus kering. Keduanya sudah memacu kendaraannya melaju, tetapi tetap saja tertinggal dari teman-temannya.

Halimah dan wanita lainnya yang datang ke Makkah sedang mencari kerja memberi jasa menyusui bayi bangsawan Arab yang kaya. Sebagaimana dalam kehidupan modern, baby sitter akan mendapatkan bayaran yang tinggi bila dapat mengasuh bayi dari keluarga kaya.

Sampai di kota Makkah, Halimah menjadi cemas, sebab beberapa wanita Bani Sa’ad yang tiba lebih dulu sedang ancang-ancang mudik karena sudah berhasil membawa bayi asuh mereka.

Setelah ia ke sana-kemari, akhirnya ada juga seorang ibu, yaitu Aminah, yang menawarkan bayinya untuk disusui. Namun ketika mengetahui keadaan ibu muda yang miskin itu, Halimah langsung menampik.

Dia dan suaminya berkeliling kota Makkah, tetapi tidak ada satu pun ibu yang menyerahkan bayinya kepadanya untuk disusui. Ya, bagaimana mereka percaya, seorang ibu kurus yang naik keledai kurus pula akan mengasuh dengan baik bayi mereka?

Hampir saja Halimah putus asa, ditambah lagi suaminya sudah mengajaknya pulang meski tidak membawa bayi asuh. Namun, ia berkata kepada suaminya, “Aku tidak ingin pulang dengan tangan kosong. Alangkah baiknya kalau kita mau mengambil anak yatim itu sambil berniat menolong.”

“Baiklah, kita bawa saja anak yatim itu, semoga Allah memberkahi kehidupan kita,” ujar suaminya. Setelah ada kesepakatan tentang harga upah menyusui, Muhammad kecil diberikan kepada Halimah. Wanita kurus kering itu pun mencoba memberikan puting susunya kepada bayi mungil tersebut.

Subhanallah! Kantung susunya membesar, dan kemudian air susu mengalir deras, sehingga sang bayi mengisapnya hingga kenyang. Dia heran, selama ini susunya sendiri sering kurang untuk diberikan kepada bayi kandungnya sendiri, tetapi sekarang kok justru berlimpah, sehingga cukup untuk diberikan kepada bayi kandung dan bayi asuhnya?

Berbarengan dengan keanehan yang dialami Halimah, suaminya juga dibuat heran, tak habis pikir, mengapa unta betina tua renta itu pun tiba-tiba kantung susunya membesar, penuh air susu.

Halimah turun dari. keledainya, dan terus memerah susu itu. Dia dan suaminya sudah dalam keadaan lapar dan dahaga. Mereka meminumnya sehingga kenyang dan puas. Semua keajaiban itu membuat mereka yakin, “Anak yatim ini benar-benar membawa berkah yang tak terduga.”

Halimah menaiki dan memacu keledainya. Ajaib! Keledai itu berhasil menyalip kendaraan temannya yang mudik lebih dulu.

“Halimah! Halimah! Alangkah gesit keledaimu. Bagaimana ia mampu melewati gurun pasir dengan cepat sekali, sedangkan waktu berangkat ke Makkah ia amat lamban,” temannya berseru. Halimah sendiri bingung, dan tidak bisa memberikan jawaban kepada teman-temannya.

Sampai di rumah pun, anak-anaknya senang, sebab orangtua mereka pulang lebih awal dari orang sekampungnya. Apalagi kemudian ayah mereka membawa air susu cukup banyak, yang tiada lain air susu unta tua renta yang kurus kering itu.

Dalam sekejap, kehidupan rumah tangga Halimah berubah total. Dan itu menjadi buah bibir di kampungnya. Mereka melihat, keluarga yang tadinya miskin tersebut hidup penuh kedamaian, kegembiraan, dan serba kecukupan.

Domba-domba yang mereka pelihara menjadi gemuk dan semakin banyak air susunya, walaupun rumput di daerah mereka tetap gersang. Keajaiban lagi!

Peternakan domba milik Halimah berkembang pesat, sementara domba-domba milik tetangga mereka tetap saja kurus kering. Padahal rumput yang dimakan sama. Karena itulah, mereka menyuruh anak-anak menggembalakan domba-domba mereka di dekat domba-domba milik Halimah. Namun hasilnya tetap saja sama, domba para tetangga itu tetap kurus kering.

Pembelahan Dada

Muhammad kecil disusui Halimah sekitar dua tahun. Oleh Halimah, bayi itu dikembalikan kepada ibunya, Aminah. Namun ibunya mengharapkan agar Muhammad tetap ikut dirinya, sebab ia khawatir bayi yang sehat dan montok tersebut menjadi terganggu kesehatannya jika hidup di Makkah, yang kering dan kotor.

Maka Muhammad kecil pun dibawa kembali oleh Halimah ke dusun Bani Sa’ad. Bayi itu menjadi balita, dan telah mampu mengikuti saudara-saudaranya menggembala domba. Ingat, hampir semua nabi pernah menjadi penggembala. Muhammad saat itu sudah berusia empat tahun dan dapat berlari-lari lepas di padang rumput gurun pasir. la, bersama Abdullah, anak kandung Halimah, menggembala domba-domba mereka agak jauh dari rumah.

Di siang hari yang terik itu, tiba-tiba datanglah dua orang lelaki berpakaian putih. Mereka membawa Muhammad, yang sedang sendirian, ke tempat yang agak jauh dari tempat penggembalaan. Abdullah pada waktu itu sedang pulang, mengambil bekal untuk dimakan bersama-sama dengan Muhammad, di tempat menggembala, karena mereka lupa membawa bekal.

Ketika Abdullah kembali, Muhammad sudah tidak ada. Seketika itu juga ia menangis dan berteriak-teriak minta tolong sambil berlari pulang ke rumahnya. Halimah dan suaminya pun segera keluar dari rumahnya. Dengan tergopoh-gopoh mereka mencari Muhammad kesana-kemari. Beberapa saat kemudian, mereka mendapatinya sedang duduk termenung seorang diri di pinggir dusun tersebut.

Halimah langsung bertanya kepada Muhammad, “Mengapa engkau sampai berada di sini seorang diri?” Muhammad pun bercerita. “Mula-mula ada dua orang lelaki berpakaian serba putih datang mendekatiku. Salah seorang berkata kepada kawannya, ‘Inilah anaknya.’

Kawannya menyahut, `Ya, inilah dia!’ Sesudah itu, mereka membawaku ke sini. Di sini aku dibaringkan, dan salah seorang di antara mereka memegang tubuhku dengan kuatnya. Dadaku dibedahnya dengan pisau. Setelah itu, mereka mengambil suatu benda hitam dari dalam dadaku dan benda itu lalu dibuang. Aku tidak tahu apakah benda itu dan ke mana mereka membuangnya.

Setelah selesai, mereka pergi dengan segera. Aku pun tidak mengetahui ke mana mereka pergi, dan aku ditinggalkan di sini seorang diri.” Setelah kejadian itu, timbul kecemasan pada diri Halimah dan suaminya, kalau-kalau terjadi sesuatu terhadap si kecil Muhammad. Karena itulah, keduanya menyerahkan dia kembali kepada Ibunda Amina.  Wallahu a’lam. (tp,-).

(Ref. http://iqbal1.wordpress.com)


Air Mata Rasulullah SAW

Oktober 11, 2009

logorwTiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu”.

“Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu”, kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.”

Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi.

Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku – peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

NB :

Perbaikilah rukukmu untuk mengurangi tekanan maut dan perbanyaklah membaca shalawat kepada Rasulullah SAW terutama di hari Jum’at, Insya Allah kita akan mendapat syafa’atnya di dunia dan di Yaumil Mahsyar kelak… Amin Ya Robbal ‘Alamin.

Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesadaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita.

Usah gelisah apabila dibenci manusia karena masih banyak yang menyayangi mu di dunia tapi gelisahlah apabila dibenci Allah karena tiada lagi yang mengasihmu di akhirat.

( http://iqbal1.wordpress.com/ )


Selamat ‘Iedul Fithri 1430 H

September 19, 2009

Slide2Ass. Wr. Wb.

Mata kadang salah melihat. Mulut kadang salah berucap. Hati kadang salah menduga. Maafkan segala kekhilafan. Mohon maaf lahir dan bathin. Selamat hari raya Idul Fitri 1430H.  

Wass. Wr. Wb.,
Keluarga Besar RW-21


Mapag Romadhon 3 1430 H

Agustus 3, 2009

MAPAG ROMDHAN III (1430 H )

Alhamdulillah berkat pertolongan dan hidayah Allah s.w.t Kami Majlis Talim Ibu-ibu Al hikmah dan PKK RW 21 kembali dapat melaksanakan BAKSOS berupa pembagian sembako untuk anak yatim piatu , kaum dluafa dan khodimat di linglkungan RW21.

Hal ini dapat terselenggara berkat dukungan pengurus RW21 dan seluruh keluarga besar RW21.

Insya Allah pelaksanaan pembagian SEMBAKO kepada mereka yang sudah terdaftar akan dilaksanakan pada tgl 16 Agustus 2009 bersamaan dengan syukur nikmat atas kemerdekaan RI yang ke 64.

Tiada kata yang dapat kami sampaikan kepada mereka yang telah memberikan sumbangan baik moril maupun materil selain ucapan terimakasih dan do’a semoga kita keluarga besar RW 21. mendapatkan limpahan rizki, kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan. (Amiin)


Psikologi : Psycho Behavior

Maret 19, 2009

Psycho Behavior
Oleh : Dede Farhan Aulawi

Sahabat…
Dalam banyak kesempatan ketika memberi seminar / pelatihan saya sering ditanya hal – hal yang berkaitan dengan Human Behavior, terutama menyangkut hal – hal empirik yang sering terjadi di lapangan. Baik dalam melakukan analisa kasus di perusahaan, lembaga, bahkan hal yang bersifat individual, contohnya persoalan keluarga.
Apa yang kita lihat atas suatu perilaku tertentu sesungguhnya merupakan output fisik yang terlihat, tapi faktor pendorong perilaku yang sesungguhnya adalah masalah perilaku kejiwaan ( Psycho Behavior ).
Termasuk di dalamnya sikap mental dalam menghadapi stimulus dari luar. Banyak sekali kasus yang bisa terungkap dan terselesaikan dengan pendekatan ini, karena kita diajak menyelesaikan masalah secara komprehensif dan lebih dari sekedar faktor motivasi yang melatarbelakanginya.
Untuk membahas semua materi ini tentu cukup panjang, tapi pada kesempatan
ini saya ingin menulis secara khusus masalah perilaku lelaki (suami)dalam contoh kasus rumah tangga. dalam tulisan sebelumnya saya pernah menulis bahwa “wanita membutuhkan perhatian”, sementara “Lelaki butuh penghargaan / dihargai”. Sikap dasar seperti ini seringkali melatarbelakangi sikap-sikap yang lainnya. Meskipun tentu tidak berlaku bagi semuanya, tapi pada umumnya.
Aspek Kejiwaan suami yang memiliki penghasilan lebih kecil dibandingkan isteri-nya seringkali lebih memiliki jiwa yang super sensitif dibanding sebaliknya. Hal ini bisa dipahami karena seringkali seorang isteri yang penghasilannya lebih besar menjadi “kurang” bisa menghargai suami. Padahal itu merupakan kebutuhan penting bagi suami. Hal – hal yang kecil bias melebar menjadi persoalan yang melebar kemana – mana. Dan akhirnya tampak persoalan semakin memuncak dan membesar.Persoalan lain yang sering muncul adalah ketika kita membawa anggota keluarga untuk tinggal di rumah. Jika kurang komunikasi sebelumnya bias memantik persoalan baru. Ketika isteri mengajak anggota keluarganya, missal adik/kaka/saudara atau bahkan orang tua dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa pemberitahuan dan izin suami seringkali menjadi persoalan juga. Mungkin ada orang yang memandang hal itu persoalan kecil dan mudah diselesaikan. Tapi “tidak” bagi orang yang memiliki aspek kejiwaan yang
relatif sensitif. Tabi’at dan kebiasaan yang berbeda dalam keluarga besarpun demikian. Saya pernah menangani sebuah kasus permasalahan pasangan selebriti Indonesia.
Latar belakang suami lahir dan besar dari keluarga berada sehingga memiliki kebiasaan makan di tempat yang nyaman dan hygienis. Sementara sang Istri berlatar belakang dari keluarga kurang beruntung, sehingga memiliki kebiasaan makan yang sederhana tapi dirasa enak. Jadi tidak bicara soal tempat yang nyaman, bersih, dan sehat.
Kebiasaan yang berbeda ini sering terbawa, sampai suatu saat menjadi persoalan ketika sang suami secara spontan berkata :”Kamu ini sudah kaya saja masih memiliki kebiasaan makan ( pecel lele pinggir jalan )di tempat makan jorok seperti ini ya ? dasar mental kampung, sudah lama di kotapun tetap aja kampung”. Mungkin ini soal ucapan spontan yang kurang kontrol dan emosional karena seringkali memiliki selera makan yang berbeda. Hal ini ditangkap oleh seorang isteri sebagai penghinaan yang sangat menyakitkan. Meskipun akhirnya sang suami meminta maaf atas ucapannya tersebut, tetapi kata-kata yang sudah terlanjur meluncur dan menancap langsung ke pusat jantung perasaan tak mudah untuk disembuhkan.sang Isteri berkata, bahwa “sampai kapanpun saya takkan pernah bisa melupakan ucapan penghinaan yang sangat menyakitkan itu”.
Kita sebagai outsider seringkali memandang persoalan itu sepele karena soal selera makan. tapi tidak demikian dengan mereka yang merasakannya. Kenapa ? karena bagi wanita yang dilihat bukan sekedar selera makannya, tapi “suami dipandang tidak memliki perhatian”, sementara si suami berpandangan bahwa ” isteri tidak bias menghargainya dengan mengajak makan di tempat – tempat kotor seperti itu”.
Dan banyak lagi kasus lain yang pernah saya tangani, yang bersumber dari soal ilmu perilaku. Kesimpulan sementara adalah :
1. Pahami sensitifitas perilaku kejiwaan pasangan
2. Mintai izin sebelum membawa anggota keluarga ke rumah untuk menetap.
3. Pelajari tabi’at dan kebiasaan yang berbeda
4. Bangun komunikasi untuk menghindari miss persepsi
Inilah sumbangsih tulisan singkat yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan memberi manfaat.


Renungan : Kembalikan Semua hanya pada-Nya

Maret 19, 2009

Kembalikan Semua hanya pada-Nya
Oleh : Dede Farhan Aulawi

Sahabat…
Dalam diammu, aku mencoba menelusuri
Lorong waktu tak bertepi
…dan mencoba tuk mengerti dan memahami
…apa yang kau rasakan dalam menggapai tujuan

Memang adakalanya kita terombang ambing dalam biduk yang tak pasti
Berlari jauh tanpa arah dan makna
Terhenti sesaat hanya untuk jeda sementara
Tapi selanjutnya kita tersesat kembali di rimba kelelahan

Sahabat…
Dalam diammu ada sebongkah gundah yang ingin kau ungkap
Tapi kau mencoba diam dan tak berterus terang
Kau berusaha menutupi apa yang kau rasakan
Kau berusaha memecahkannya sendiri dengan rasa bimbang
Tapi ketahuilah…
…bahwa bimbangmu telah sampai di sini
…mengetuk pintu dan jendela hati
…merengkuh hangat dalam selimut kehidupan
…tuk bangkitkan sebuah kesadaran yang terdalam

Berhentilah sesaat…
Bersandarlah di tonggak yang kan membimbingmu,
Rasakan hembusan angin yang menerpa sepoi – sepoi
Kau memang sudah tampak cukup lelah…bahkan sangat lelah
Kau butuh seseorang yang bisa kau percaya
Tapi kau masih ragu…
…pada siapa dan harus memulai dari mana ?

Aku hanya bisa tuk mencoba mengerti
…dan menuntunmu dalam meneratas jalan setapak yang kan kau tempuh
…memang tidak banyak jalan yang bisa kutunjukkan
Karena aku hanyalah seberkas cahaya lilin
…yang masih memiliki serpihan cahaya yang tersisa
…yang ingin mengembalikan semua persoalan pada-Nya
…sehingga kita tidak terjebak oleh berbagai ramalan yang menyesatkan
…yang justru menjerumuskan kita ke lembah kegelapan
…bukannya memberi jalan penerang
…malah kita terjebak dan tersesat di tebing jurang yang curam
…akhirnya fikiran dan jiwa terpenjara pada ketakutan yang berlebihan

Ingatlah, bahwa Allah itu bersifat Maha Kasih
Dia sangat mengasihi kita semua
Dan Dia pun mengerti akan persoalan yang kita hadapi
…termasuk sisa energi yang masih kau miliki
Dia Maha Tahu apa yang kau fikirkan dan inginkan
Dia Maha Tahu terhadap setiap bisik hati yang terbersit
Kembalikanlah setiap persoalan pada-Nya
Di samping kita harus terus berupaya menyelesaikannya
Insya Allah ada hasil terbaik untuk kita
Dan do’a ku khusus kupanjatkan untukmu


Renungan : Sebuah Nama di Papan Nisan

Maret 19, 2009

Sebuah Nama di Papan Nisan
Oleh : Dede Farhan Aulawi

Sahabat…
Kita semua memiliki jasad kehidupan
Tetapi seringkali kita tidak memiliki ruh dari kehidupan itu sendiri
Ruh kehidupan adalah sebuah eksistensi diri
…sebuah tujuan hidup menuju kemuliaan
…yaitu untuk menggapai ridlo-Nya semata

Coba kita merenung sejenak…
Kita ini berasal dari mana ?
Sedang apa ?
Dan mau kemana ?
Apa yang bisa kita pertanggungjawabkan ?
Sudahkah kita menunaikan amanah yang kita pikul ?
Mampukah kita mempertanggungjawabkannya di mahkamah Rabbi nanti ?

Sahabat…
Kita hidup memiliki awalan,
…yaitu ketika kita terlahir ke dunia yang fana ini
Dan hidup kita pun memiliki akhiran,
…yaitu ketika ruh terlepas dari badan
Sekaligus menandai awal babak dari kehidupan yang baru
Suatu fase dimana kita harus mempertanggungjawabkan segalanya

Kita terlahir tanpa meminta
…dan kitapun akan kembali tanpa menolak
Dan ketika sang ajal tiba,
…maka kita tidak bisa mempercepat sedetikpun
…juga tak bisa menunda barang sesaatpun
Ketentuan Illahi adalah mutlak adanya

Sahabat…
Mungkin kita pernah bertanya pada diri sendiri
Bagaimanakah akhir dari cerita kehidupan kita ?
Apakah kita akan meninggal karena faktor usia yang semakin tua ?
Apakah melalui sebuah kecelakaan ?
Apakah dengan kisah penderitaan di rumah sakit ?
Apakah karena tekanan jiwa yang semakin berat ?
Ataukah dengan berbagai alasan lain…
Kita semua tidak tahu…
Dan kita semua tidak dapat memilihnya…
Karena itu semua adalah rahasia-Nya

Termasuk kapan kita akan meninggal…?
Apakah hari ini ?
Esok lusa ?
Minggu atau bulan depan ?
atau masih beberapa tahun lagi….?
Kitapun tak tahu…
…tapi anehnya,..
Meskipun kita tidak tahu kapan kematian akan menjemput,
Tapi seringkali perilaku kita tidak pernah menunjukkan hal itu

Coba saja…,andaikan kita tahu
…bahwa kematian akan menjemput kita minggu depan
…apa yang akan kita lakukan,
Barangkali mind set kita langsung berubah 180 derajat
Kita rubah haluan dari Dunia Oriented ke Akhirat Oriented
Kita lupakan kesibukan yang selama ini membelenggu kita…
dan kita terus menerus mendekatkan diri pada-Nya
Setiap detik di isi dengan amal ibadah…
Kita akan meminta maaf pada setiap orang yang kita temui…
Kita pun memohon do’a kesana kemari
Bahkan seluruh harta kekayaan pun kita wakafkan atau di sedekahkan…
Zakat kita tunaikan…
Sholat tak ada yang terlewatkan…
Secara tiba – tiba kita menjadi orang yang paling sholeh / sholehah…

Tapi…
Ketika kita tak tahu kematian kapan kan menjemput
Kita seolah – olah tak peduli
Mind set kita masih seperti ini…
…amal kebajikan juga alakadarnya…
Kita anggan untuk meminta maaf…
Sholat dan zakat seingatnya….

Dan jika saatnya tiba…
Kitapun akan terbelalak ketakutan…
Kita akan menangis penuh penyesalan…
Kita menjerit – jerit mohon ampunan…
Bumi dan langir menggelegar….
Tapi tangis dan sesal kemudian tidak memiliki arti lagi….
…haruskah kita berubah…,ketika jasad sudah terbungkus kain kafan
dan sebuah papan nisan bertuliskan nama kita ditancapkan …????