Rehat : Cerita Kehidupan

Desember 29, 2008

(1)

Inilah Hari Yang Membahagiakan

Ketika Harapan Menjadi Kenyataan

10 Tahun Sudah Kutingalkan Rumah Kontrakan

Berganti Rumah Cicilan

Tak Terasa Semua Beban Itu Sirna

Ketika Cucuran Keringat Sebentar Lagi Berganti Sertifikat Rumah

Anak-Anak Yang Mulai Dewasa

Keteguhan Istri Dalam Susah Dan Senang

Menjadi Pelengkap Kebahagiaan Ini.

Kulihat Kanan Kiri Rumah

Tak Satupun Mereka Membuat Kecewa

Semua Ada Dalam Kebersamaan Dan Kekompakan

Lingkungan Yang Saling Tolong Menolong.

Lihat Slang Air Yang Terbentang Dari Rumah Kerumah

Ketika Satu Rumah Kekeringan

Rumah Yang Lain Membantu

Lihat Ketika Tetangga Sebelah Terkena Musibah

Semua Orang Peduli

Inilah Lingkungan Yang Tak Terlalu Bersahaja

Tapi Cukup Baik Untuk Kehidupan

Puri Cipageran Indah 2 Rw 21

(2)

Puri Cipageran Indah 2 Tempat Tinggalku,

Jauh Dari Hiruk Pikuk Kendaraan Atau Gemuruh Pabrik,

Diapit Dua Gunung Utara Dan Selatan ,

Jalan PANORAMA Adalah Sebuah Nama Yang Lahir Dari Keindahan Wilayah Rw21

Kemudian Kata Imam Ali A.S ;

” Sebelum Engkau Memilih Rumah Yang Engkau Diami, Maka Lihatlah Siapa Yang Akan Jadi Calon Tetanggamu.”

Puri Cipageran Indah 2 RW 21,

Warganya Memiliki Kepedulian Sosial , Kebersamaan Dan Kekeluargaan

Kita Melihat Betapa Pasilitas Lingkungan Yang Serba Ada, Masjid , Madrasah Dan Kantor RW Yang Cukup Megah,

Lapangan Olah Raga Yang Disiapkan Sedemikian Rupa,

Belum Lagi Kegiatan Kemasyarakatan Yang Aktif,

Lihatlah Berbagai Prestasi Kegiatan .

Saat Tergesa-Gesa Ingin Merebus Mie Instan,

Kita Bisa Langsung Ambil Air Dari Kran, Rebuslah.

Betapa Jernih Dan Melimpahnya Air ,

Entah Dimana Lagi Kudapat Tempat Seperti Ini

Sehingga Ku Ingin Rumahku Selamanya.

Wassalam

(By Keluarga Bahagia : Muhammad Jaetun Al-Ghifary)


Hikmah

Desember 29, 2008

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

(Q,S. Al Baqarah : 277)


Makna Simbolis Hijrah

Desember 26, 2008

Oleh : ASEP SALAHUDIN **

Memasuki bulan Muharam 1430, memori kolektif kita diingatkan tentang kejadian monumental dalam penggalan sejarah umat Islam yaitu peristiwa hijrah Rasulullah saw. Umar bin Khatab, khalifah yang disebut-sebut H.A.R. Gibb dan J.H. Kramers dalam Shoter Encyclopedia of Islam sebagai pembangun imperium Arab legendaris menetapkan hijrah Nabi sebagai awal penanggalan kalender Islam walaupun hijrahnya terjadi pada 27 Safar hingga Rasulullah sampai di Quba pada Senin, 8 Rabiul Awal, dan masuk ke Madinah pada 12 Rabiul Awal/27 September 622 M. Tahun ini hitungan hijriah telah menginjak 1430. Hampir bersamaan dengan peralihan tahun baru Masehi 2009.

Detik-detik hijrah Nabi ditemani kawan setianya Abu Bakar didokumentasikan Alquran, di antaranya dalam Surat 9: 40. Dengan dramatis juga ditulis sejarawan sirah nabawi generasi pertama dalam Sirah Ibnu Ishaq (hal. 221-223), Sirah Ibnu Hisyam (jilid 2: 89-92), Tarikh al-umam Wa al-Muluk at-Thabari (jilid 2: 98-100), at-Thabaqat al-Kubra Ibnu Sa`ad (jilid 1: 175-177), atau Shahih Bukhari (jilid 1 : 552-554).

Wajah Madinah

Hijrahnya Nabi ke Madinah (dahulu Yatsrib) adalah satu pilihan strategis dalam rangka membangun kemungkinan-kemungkinan baru demi tergelarnya nilai-nilai kemanusiaan dan kejujuran ketika masyarakat Mekah dengan pongah mempertontonkan sistem yang zalim, ekonomi dikelola dengan cara-cara primitif, politik berporos pada semangat perkauman, status perempuan dihinakan, dan budaya berjangkar pada landasan yang rapuh materialisme-kebendaan. Hijrah sebagai siasat menghadirkan Islam dalam wajah–istilah Jurgen Habermas–yang rasional dan teleologis bagi komunikasi praksis di ruang publik.

Pilihan Nabi terbukti di kemudian hari bahkan dalam sejarah kenabian tidak ada hijrah yang paling gemilang kecuali hijrah yang dilakukan Muhammad saw. Bagaimana tidak, Islam yang tadinya bergerak di sektor kultural, ketika di Madinah tampil dengan wajah struktural. Islam menjadi agama yang tidak hanya berbicara persoalan privat-ritual namun juga publik-sosial. Muhammad saw. hadir dengan dua sisi yang sangat elok: sebagai nabi sekaligus politisi santun yang telah mampu berpolitik secara etis.

Nabi tak hanya mengajarkan kekhususan ritual, tapi juga memberikan teladan ihwal cara mengelola pemerintahan yang bersih, mengolah keragaman agar tidak liar tetapi menjadi kekuatan positif untuk bersama-sama membangun Madinah yang baik. Piagam Madinah adalah dokumen penting yang merekam jejak-jejak kenegarawanan Nabi. Dalam piagam yang disebut Haikal sebagai “watsiqah siyasiyyah” atau dokumen politik itu diteguhkan, di antaranya (1) menjamin kebebasan beragama; (2) larangan saling mengganggu satu sama lain; (3) harus membantu satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari; dan 4) larangan melakukan kejahatan.

Di tangan Nabi saw., terutama lagi di tangan para penggantinya (khulafaur rasyidin) pascahijrah Islam menjadi ikon baru peradaban manusia di tengah peradaban materialis Romawi dan Byzantium. Islam menjadi agama yang penuh daya pikat karena tema yang diangkat tidak hanya menyentuh fitrah kemanusiaan tetapi juga berbasis pada kepentingan masyarakat. Penghormatan hak asasi manusia, kesetaraan, keadilan sosial, pelestarian lingkungan, pembelaan terhadap perempuan, pembebasan kaum tertindas, menjadi tema utama.

Kemenangan Nabi semakin sempurna terutama ketika membebaskan Mekah. Futuh Mekah. Lebih elok lagi dalam peristiwa ini tidak ada darah yang menetes. Nabi dengan mengagumkan memberikan permaafan kepada masyarakat dan tokoh Quraisy yang dahulu meneror bahkan hendak melenyapkan nyawanya. Nabi bersabda, “Kebenaran telah tiba, dan kebatilan telah punah,” sambil melemparkan satu pimpinan arca yang ada di seputar Kabah sebagai simpul khatamnya sistem menindas yang menjebak masyarakat Mekah dalam kehidupan yang banal.

Konteks kekinian

Tentu persoalan hijrah tidak hanya berkaitan dengan masa lalu, tetapi lebih penting dari itu adalah bagaimana setiap kita menjadi bagian dari orang-orang muhajirin dalam konteks mutakhir. Hijrah sekarang tampaknya bukan lagi pilihan melainkan suatu keharusan ketika kita justru dihadapkan pada suasana kebangsaan yang mirip dengan fase kehidupan Mekah prahijrah.

Kita adalah bangsa dengan kekayaan alam yang tidak terhingga, namun penghuninya menjadi masyarakat dengan populasi kemiskinan terbesar di dunia sebagaimana laporan Bank Dunia, negara dengan tingkat korupsi tertinggi, politisinya menjadi–istilah Nietszhe–kerumunan manusia yang lebih mengerikan daripada monster sekalipun.

Memang tidak ada Latta, Uzza, Manat, dan Hubal, namun itu sekarang beralih nama menjadi perut, jabatan, dan kekuasaan, dengan tingkat ketaatan yang tidak kalah dengan masyarakat Mekah kepada Sang Latta. Bukankah atas nama perut dan kekuasaan seseorang kerap menghalalkan segala cara. Sudah barang tentu hijrah tidak mesti bersifat fisik, tetapi hijrah mental yang didefinisikan Ali Syariati sebagai hijrah nalar dan sosial menuju hidup yang lebih baik.

Dalam konteks keislaman yang lebih luas lagi, hijrah sebagai transformasi sosial menjadi suatu keniscayaan tatkala negara-negara Muslim nyaris menjadi kawasan yang tertinggal dalam segala bidang.

Alhasil, sisi penting momentum hijrah yang selalu kita peringati tiap tahun terletak dari sejauh mana spirit hijrah itu mampu mengubah wajah bangsa menjadi lebih berkeadaban. Inilah makna simbolis dibalik hijrah.***

** Penulis, aktif di DMI dan MUI Provinsi Jawa Barat, mahasiswa program doktor Unpad Bandung.

Jum’at, 26 Desember 2008, · PR Online


Rehat : “Capolaga”, Wisata di Panaruban – Subang

Desember 25, 2008

Advertensi : capolaga-gambar-kecil“Capolaga”, sebuah tempat Wisata di Panaruban – Sebelum Ciater, Subang.

Beberapa kali menikmati akhir pekan di Ciater Subang Jawa Barat, rasanya ingin menikmati sesuatu yang baru. Bukan karena bosan berendam di air panas alami atau tracking di kebun teh, tetapi karena yakin sekali, masih banyak sisi lain Subang yang belum saya datangi.Berkuda, atau pun joging tidak menjadi pilihan pagi itu. Dari Ciater, saya berjalan kaki ke Sagala Herang. Seorang tukang ojek memberi tahu lokasi curug (air terjun, red) yang belum terlalu lama dibuka. Lokasinya ada di dalam kawasan kebun teh, terlindung di salah satu sisi bukit.

Rasa penasaran membuat saya mengikuti ajakan ini. Ternyata bukan pilihan yang salah. Perjalanan selama sepuluh menit dipuaskan dengan bentangan tanaman teh di kiri dan kanan jalan. Di tempat ini pula, tujuh ekor elang Jawa (Spizaetus Bartelis) dilepaskan. Tidak ada polusi, dan hanya sesekali motor roda dua yang melintas.

Ketika sampai, portal masuk ke kawasan kebun teh belum dibuka. Jalanan batu menghantarkan kaki ke gemericik air terjun yang bening. Tempatnya sangat sederhana, namun bersih dan sangat alami. Begitu kaki terendam, rasanya nyaman sekali. Terlebih ketika air dari Curug Sinam ini membasahi kepala dan bahu kita. Meski tidak terlalu tinggi, tetapi nyaman sekali rasanya menikmati derasnya air gunung yang jatuh dari ketinggian. Atau sekedar duduk di atas batu besar, merendam kaki di air yang dingin. Buat saya, menemukan air terjun ini sudah seperti menemukan surga kecil, terlebih tidak ada orang lain yang mengusik ketenangan saya menikmati gemericik air.

Ternyata ada surga lain yang tersembunyi di bentangan Tanah Subang ini. Tepatnya di Kampung Panaruban, Desa Cicadas, Kecamatan Sagala Herang, Kabupaten Subang. Tidak sampai lima menit,”pintu surga” itu sudah kelihatan. Di tempat ini saya berjumpa dengan Pak Cece Suhana, pemilik Capolaga Adventure Camp.

Letak geografisnya terhampar di antara Gunung Tangkuban Perahu dan Gunung Burangrang, sehingga sepanjang waktu kesejukan di tempat ini sangat terasakan. Selain hamparan teh, dan kawasan yang nyaman untuk elang Jawa ini juga ada Surili (Presbytis Comata), bunga bangkai (Amarpholus Annurifer) dan jamuju (Dacrycarpus Imbricatus.)

Jaga Keseimbangan

Di lahan seluas 13 hektare, empat hektare yang diantaranya untuk wisata, terdapat empat curug yaitu Curug Sawer, Curug Karembong, Curug Cimuja dan Curug Goa Badak. Jarak dari satu curug ke curug yang lain tidak terlalu jauh. Antara curug yang satu dengan lainnya bisa ditempuh dengan jalan kaki karena jaraknya yang hanya ratusan meter. Curug-curug ini terbentuk dari pertemuan beberapa sungai yang melingkari kawasan wisata ini. Dari aliran Sungai Cimuja, terbentuk air terjun Cimuja, Curug Karembong dan Curug Goa Badak. Dari aliran Sungai Cikoneng terbetuk tiga curug lainnya yaitu Curug Jodo, Curug Lisung dan Curug Sawer. Masing-masing memiliki ketinggian berbeda. Curug Karembong misalnya antara lain dimanfaatkan untuk water theraphy. Meski menjadi kawasan wisata, tetapi Cece Suhana mengatakan, Capolaga Adventure Champ merupakan kawasan rekreasi terbatas.

Penggunaannya disesuaikan dengan keseimbangan alam yang mendukungnya. Selain itu ia menerapkan peraturan tegas agar tidak merusak atau mengotori alam selama aktivitas berlangsung di kawasan tersebut.Keseimbangan ini ia jaga, agar tidak merusak alam, terlebih di seputar daerah aliran sungai yang seperti Sungai Cikoneng, Sungai Cimuja, Sungai Cijulang, Sungai Ciasem yang mampu mengalirkan air dengan debit seribu hingga tiga ribu per detik untuk penduduk sekitar. Selain curug, Anda bisa melakukan outbond, family atau company gathering, adventure sport, tracking, bird watching, tea walk, camping, weekend barbeque party dan melakukan kegiatan fotografi. Bahkan, untuk pengambilan foto prewedding pun, bisa menjadi pilihan yang tepat, karena landscape yang menarik.Kawasan untuk camping yang dibagi dalam beberapa blok mampu menampung lebih dari dua ratus orang. Fasilitas lain yang bisa digunakan yaitu, pesanggrahan, shelter, kolam pancing, kolam mandi alam, lintasan jalan setapak, jembatan, tempat parkir dan toilet yang dibuat ramah lingkungan. Bagi Anda yang sekedar ingin tracking, tiketnya sangat murah. Per orang hanya membayar lima ribu rupiah.

Mudah Dijangkau

Menjangkau Panaruban cukup mudah dilakukan. Dari arah Utara, arah Pamanukan –Subang, masuk ke Kota Subang, Ciater, Sagala Herang dan Anda akan temukan Panaruban. Dari arah Timur, Anda melewati Sumedang, Jalan Cagak, Ciater,Sagala Herang dan panaruban. Sedangkan dari Selatan, melalui Bandung – Lembang, Tangkuban Perahu, Ciater, Sagala Herang dan Panaruban. Untuk arah Barat, arah Jakarta Cikampek, Purwakarta, Wanayasa, Sagala Herang dan segera Anda akan temukan Panaruban.

Dalam jarak tempuh normal, dari Jakarta bisa dicapai dua jam perjalanan, satu jam dari kota Bandung, satu jam dari Kota Purwakarta, 30 menit dari Subang dan Lembang, 15 menit dari Sagala Herang dan sepuluh menit dari Ciater. Ada baiknya, untuk melakukan reservasi untuk melakukan berbagai kegiatan di tempat ini. Pak Cece bisa dihubungi pada nomor telepon +62-260-470941 atau mengirimkan email di capolaga@yahoo.com. Capolaga Adventue Camp merupakan usaha keluarga. Tanah dibelinya sejak 1988. awalnya hanya untuk keluarga dan sahabat keluarganya saja. Tetapi tahun 2003 informasi berkembang dari mulut ke mulut.

Pensiunan TNI AU dengan pangkat terakhir Mayor ini memutuskan tinggal di Panaruban pertengahan tahun 90 an. Ahli mesin ini tahun 1992 juga memasok mesin-mesin untuk pabrik pupuk di daerah tersebut. Ketika listrik belum masuk ke daerah tersebut, ia menjual listrik tenaga turbin pada tahun 1992-1996. Dengan kekuatan 35 KW, listriknya mampu menyala selama enam jam. Meski kemudian usaha itu rugi ketika PLN sudah masuk ke wilayah itu. Kini dalam sebulan, kurang lebih 100 tamu yang datang. Pendapatan dari usaha ini kurang lebih Rp 500.000,00 – Rp 600.000,00. Jumlah ini sangat kurang untuk biaya operasional. Termasuk menggaji 16 karyawannya. Untuk gaji saja paling tidak suami Tati Maryati Suhana tersebut mengeluarkan dana tidak kurang Rp 10 juta.“Niat yang pertama, menolong penduduk sekitar yang tidak mempunyai pekerjaan. Meski belum semua bisa dipekerjakan di tempat ini, tetapi sedikit orang lebih baik daripada tidak melakukan apa-apa sama sekali,” ujar Cece. Berjalan kaki di bentangan jalan yang hening di Capolaga, rasanya menentramkan jiwa. Energi baru pun terkumpul untuk memulai lagi aktivitas di Jakarta.

(Cerita seorang teman, Sumber cerita “halamansatu.net”)


HARI RAYA BESAR

Desember 22, 2008

Oleh : A. Mustofa Bisri

Idul Adha atau Hari Raya Kurban disebut juga Hari Raya Haji dan Hari Raya Besar. Hari tanggal 10 Dzul Hijjah inilah puncak pelaksanaan ibadah haji, jama’ah haji dari seluruh dunia, setelah wuquf di Arafah dan menginap di Muzdalifah, kemudian melempar jumrah Aqabah dan melaksanakan penyembelihan ternak kurban di Mina. Sementara kaum muslimin yang tidak sedang berhaji, melakukan sembahyang Ied dan menyembelih kurban.

Setiap kali datang Hari Raya Besar, Idul Adha, kita selalu diingatkan kepada kisah nabi Ibrahim dan puteranya, nabi Ismail.

Seperti kita ketahui; lama sekali nabi Ibrahim ingin mempunyai anak. dan baru kesampaian keinginannya itu setelah tua renta. Kita bisa membayangkan betapa bahagia dan senangnya nabi Ibrahim ketika mendapat anugerah seorang anak yang istimewa, cakap, dan alim. Seorang anak yang tidak hanya dapat dijadikan pengisi kekosongan, tapi lebih dari itu dapat dijadikan ‘tangan kanan’ yang selalu mendampingi sang ayah dalam berjuang dan kiprah kemasyarakatannya.

Tapi, bayangkan!, tiba-tiba datang perintah dari Allah agar nabi Ibrahim menyembelih buah putera hatinya itu. Mengenai perintah Tuhannya ini, nabi Ibrahim tanpa sedikit pun keraguan –meski kedengaran mengharukan– bertanya kepada puteranya, “Bagaimana pendapatmu, anakku?” Dan hebatnya, sang putera menjawab dengan tidak kalah mantap, “Ayah, laksanakan saja apa yang diperintahkan kepada ayah. Ayah akan melihat saya insyaAllah termasuk orang-orang yang tabah.”

Apakah yang lebih berharga dari anak dan nyawa sendiri? Sebagai bukti ketaatan dan kecintaannya kepada Tuhannya, nabi Ibrahim bersedia dengan ikhlas mengorbankan anaknya sendiri yang nota bene sudah lama sekali diidamkannya; nabi Ismail bersedia dengan ikhlas mengorbankan nyawanya.

Kemudian, seperti semua sudah tahu, karena ketulusan mereka, sang anak yang sudah pasrah disembelih, diganti dengan seekor domba.

Suatu teladan yang ‘ekstrem’ tentang ketulusan pengorbanan kekasih bagi kekasihnya. Pengorbanan pemuja bagi pujaannya. Pengorbanan dan loyalitas hamba kepada Tuhannya.  Teladan pengorbanan kedua hamba pilihan itu akan semakin tampak ‘ekstrem’ bila kita pandang sekarang. Pengorbanan mereka berdua bukan saja membuktikan betapa luar biasanya kecintaan dan ketaatan mereka kepada Tuhan mereka. Tapi sebelum itu, membuktikan tingkat pengenalan mereka terhadap Tuhan atas nama siapa pengorbanan itu diikhlaskan.

Dimulai dari pengenalan, lalu sayang dan cinta, kemudian ketulusan berkorban. Bila merujuk ungkapan klise, “Tak kenal maka tak sayang”, maka bisa dilanjutkan dengan ungkapan, “Tak sayang maka tak sudi berkorban.”

Orang yang tidak mengenal tanah-air-nya, misalnya, mungkin karena tidak merasa pernah makan dari hasil tanah yang dipijaknya dan merasa tidak pernah meminum airnya, boleh jadi tidak sayang kepada tanah-air-nya itu. Maka jangan bayangkan orang tersebut mau berkorban untuk tanah-air-nya. Merusaknya pun mungkin tidak membuat nuraninya terusik.

Kalau kita kembali kepada kisah nabi Ibrahim dan nabi Ismail yang setiap Idul Adha kita kenang, maka kita bisa mengatakan bahwa pengenalan yang sangat dari mereka berdua terhadap Tuhan merekalah yang membuat mereka sangat menyintai dan memujaNya, sehingga rela berkorban apa saja demi mendapatkan ridhaNya.

Demikianlah; besar-kecilnya kerelaan berkorban tergantung pada besar-kecinya pengenalan dan kecintaan.

Nabi Ibrahim dan nabi Ismail sangat mengenal Allah dan tahu persis apa saja yang membuat Tuhan mereka itu ridha dan apa saja yang membuatNya murka. Maka pengorbanan mereka pun tidak pernah sia-sia. Jadi memang tidak bisa hanya bermodal semangat mendapat ridha Allah, tanpa mengenalNya dan tanpa mengetahui apa saja yang membuatNya ridha dan apa saja yang membuatnya murka. Wallahu a’lam.

Selamat Idul Adha! Selamat Berkurban!


Hari Ibu Warga-21

Desember 20, 2008

Ibu-ibu Warga-21, Minggu, tanggal 22 Desember 2008 perlu rehat dari rutinitas kesehariannya. Untuk meningkatkan kebersamaan diantara ibu-ibu tersebut, PKK Anggrek RW-21 akan mengadakan serangkaian kegiatan ‘gembira di hari ibu’, antara lain :

  • Pertandingan Futsal
  • Lomba Memindahkan Ikan Belut
  • Lomba Menginjak Balon
  • Lomba Balap Karung
  • Talk show bersama tokoh ibu (Tentative)

Bagi peserta juara 1, 2, 3 dan harapan, akan disediakan sejumlah kado hadiah yang menarik, antara lain ; Rias di Salon, Cream Bath, Makan Bakso Bareng, Tabanas, Baju, dan lain-lain yang spontan diberikan dari kiprah ibu-ibu Warga-21 sendiri.

Tata cara pelaksanaan dan tehcnical meeting telah dilakukan. Melibatkan Karang Taruna RW-21.

Informasi lebih lanjut dapat menghubungi Panitia Pelaksana PKK Anggrek RW-21, contact person Ibu Novi Imam Mirza, Ibu Marthati Basuki, Ibu Yani Maryono, di Sekretariat Kantor RW-21.

Selamat bergembira ibu-ibuku…

Salam,

Ka. RW-21


Sejarah : Hari Ibu

Desember 20, 2008

Hari Ibu adalah hari peringatan/perayaan terhadap peran seorang ibu dalam keluarganya, baik untuk suami, anak-anaknya, maupun lingkungan sosialnya.
Peringatan dan perayaan biasanya dilakukan dengan membebas-tugaskankan ibu dari tugas domestik yang sehari-hari dianggap merupakan kewajibannya, seperti memasak, merawat anak, dan urusan rumah tangga lainnya.
Di Indonesia hari ini dirayakan pada tanggal 22 Desember dan ditetapkan sebagai perayaan nasional.
Sejarah Hari Ibu Indonesia diawali dari bertemunya para pejuang wanita dengan mengadakan Konggres Perempuan Indonesia I pada 22-25 Desember 1928 di Yogyakarta, di gedung yang kemudian dikenal sebagai Mandalabhakti Wanitatama di Jalan Adisucipto. Dihadiri sekitar 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Jawa dan Sumatera. Hasil dari kongres tersebut salah satunya adalah membentuk Kongres Perempuan yang kini dikenal sebagai Kongres Wanita Indonesia (Kowani).
Organisasi perempuan sendiri sudah ada sejak 1912, diilhami oleh perjuangan para pahlawan wanita abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain.
Peristiwa itu dianggap sebagai salah satu tonggak penting sejarah perjuangan kaum perempuan Indonesia. Pemimpin organisasi perempuan dari berbagai wilayah se-Nusantara berkumpul menyatukan pikiran dan semangat untuk berjuang menuju kemerdekaan dan perbaikan nasib kaum perempuan. Berbagai isu yang saat itu dipikirkan untuk digarap adalah persatuan perempuan Nusantara; pelibatan perempuan dalam perjuangan melawan kemerdekaan; pelibatan perempuan dalam berbagai aspek pembangunan bangsa; perdagangan anak-anak dan kaum perempuan; perbaikan gizi dan kesehatan bagi ibu dan balita; pernikahan usia dini bagi perempuan, dan sebagainya. Tanpa diwarnai gembar-gembor kesetaraan jender, para pejuang perempuan itu melakukan pemikiran kritis dan aneka upaya yang amat penting bagi kemajuan bangsa.
Penetapan tanggal 22 Desember sebagai perayaan Hari Ibu diputuskan dalam Kongres Perempuan Indonesia III pada tahun 1938. Peringatan 25 tahun Hari Ibu pada tahun 1953 dirayakan meriah di tak kurang dari 85 kota Indonesia, mulai dari Meulaboh sampai Ternate.
Presiden Soekarno menetapkan melalui Dekrit Presiden No. 316 tahun 1959 bahwa tanggal 22 Desember adalah Hari Ibu dan dirayakan secara nasional hingga kini.
Misi diperingatinya Hari Ibu pada awalnya lebih untuk mengenang semangat dan perjuangan para perempuan dalam upaya perbaikan kualitas bangsa ini. Dari situ pula tercermin semangat kaum perempuan dari berbagai latar belakang untuk bersatu dan bekerja bersama. Di Solo, misalnya, 25 tahun Hari Ibu dirayakan dengan membuat pasar amal yang hasilnya untuk membiayai Yayasan Kesejahteraan Buruh Wanita dan beasiswa untuk anak-anak perempuan. Pada waktu itu panitia Hari Ibu Solo juga mengadakan rapat umum yang mengeluarkan resolusi meminta pemerintah melakukan pengendalian harga, khususnya bahan-bahan makanan pokok. Pada tahun 1950-an, peringatan Hari Ibu mengambil bentuk pawai dan rapat umum yang menyuarakan kepentingan kaum perempuan secara langsung.
Satu momen penting bagi para wanita adalah untuk pertama kalinya wanita menjadi menteri adalah Maria Ulfah di tahun 1950. Sebelum kemerdekaan Kongres Perempuan ikut terlibat dalam pergerakan internasional dan perjuangan kemerdekaan itu sendiri. Tahun 1973 Kowani menjadi anggota penuh International Council of Women (ICW). ICW berkedudukan sebagai dewan konsultatif kategori satu terhadap Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kini, Hari Ibu di Indonesia diperingati untuk mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih kepada para ibu, memuji ke-ibu-an para ibu. Berbagai kegiatan pada peringatan itu merupakan kado istimewa, penyuntingan bunga, pesta kejutan bagi para ibu, aneka lomba masak dan berkebaya, atau membebaskan para ibu dari beban kegiatan domestik sehari-hari. (** Ka. RW-21).


Pengaspalan Jalan Swadaya Warga RT-06

Desember 19, 2008

Kamis, 18 Desember 2008 ; pengaspalan jalan utama dengan hot-mix di wilayah RT-06 / RW-21 dimulai pelaksanaannya. Inisiatif ini merupakan kegiatan pengaspalan jalan pertama di wilayah kita yang biaya sepenuhnya ditanggulangi oleh warga setempat, yaitu setiap rumah yang menghadap jalan tersebut urunan sebesar @ Rp1,350 rb. / rumah. Rintisan swadaya ini, dilakukan -/+ 2 th dengan cara cicilan tabungan.

Dedikasi panitia yang dimotori oleh P Duzan, P Eddy, P Imam, P Subagiyono dan seluruh warga, telah membuahkan hasil atas tingginya kebersamaan. Bagaimanapun jalan tersebut akan dinikmati oleh seluruh Warga 21, atau pemakai lain yang nota bene bukan saja Warga RT-06.

Swadaya seperti ini, tentu diharapkan dapat memicu kita yang telah lama berwacana ingin memperbaiki jalan-jalan, tetapi senantiasa terbentur banyak faktor.

Rasa syukur atau terimakasih tentu kita sampaikan kepada Warga RT-06, mudah-mudahan pemberdayaan potensi warga kita selalu optimal.

Melalui kesempatan ini pula, memohon ma’af kepada warga lain yang mengalami pengalihan arus lalu lintas.

Selamat dan sukses, terus tingkatkan solidaritas dan kebersamaan kita. Majulah Warga-21.

 

Salam,

Ka. RW-21


Pengelolaan Ibadah Qurban Warga-21

Desember 5, 2008

Assalamu ‘alaikum wr. wb.,

Panitia ‘Iedul Adha 1429 H – DKM Masjid Jami Al-Hikmah RW-21 ; menerima titipan pelaksanaan ibadah hewan qurban Warga untuk dikelola sebagaimana mestinya.

Untuk Warga yang tahun ini belum sempat menunaikan Ibadah Hewan Qurban, dapat berpartisipasi memberikan infak/shodaqoh dalam rangka ikut men-syi’ar-kan bulan agung tersebut…

Silakan hubungi langsung Panitia pengelola di Masjid Al-Hikmah atau menghubungi Para Ketua RT masing-masing yang bertindak sebagai Koordinator penerimaan dan pendistribusian.

Terimakasih atas perhatian Warga, semoga pelaksanaan ibadah ‘iedul adha tahun ini, semakin menambah taqorrub Kita kepada Alloh SWT. , Amin. Wassalamu ‘alaikum wr. wb.

Ketua Panitia Pelaksana ‘Iedul Adha 1429 H,

Bambang Al-Kabul.